This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 30 Agustus 2016

Gara-gara Tunjangan, Anggota Dewan dari Bersorak Langsung Lesu Dengar Jokowi....


Selasa, 30 Agustus 2016 | 21:11 WIB  


Andreas Lukas Altobeli
Presiden Joko Widodo saat menghadiri Indonesia Fintech Festival and Conference di ICE, Serpong, Tangerang, Selasa (30/8/2016).

JAKARTA, BLOGGER.com - Presiden Joko Widodo sudah menyetujui rancangan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur mengenai tunjangan anggota DPRD kabupaten. PP tersebut disampaikan Jokowi dihadapan ratusan anggota DPRD saat ia membuka Rapat Kerja Nasional I Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) di Jakarta, Selasa (30/8/2016).

"Pertama, mengenai PP tentang hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD. Sudah saya pegang, tapi saya akan umumkan terakhir," kata Jokowi di awal sambutannya.

Setelah berbicara mengenai masalah persaingan global hingga pembangunan daerah selama 30 menit, Jokowi pun mengumumkan soal PP yang sudah ditunggu oleh para anggota DPRD.

PP tersebut antara lain mengatur tunjangan komunikasi intensif, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan kesehatan, dana operasional, belanja sekretariat fraksi dan belanja rumah tangga pimpinan DPRD.

(Baca: Mendagri: Gaji dan Tunjangan DPRD Harus Sesuai Kemampuan Daerah)

"Ini 100 persen sudah setuju," kata Jokowi yang langsung disambut sorakan dan tepuk tangan girang dari ratusan anggota DPRD yang hadir.

Namun, Jokowi melanjutkan, PP tersebut tidak bisa diberlakukan sekarang. Sebab, pemerintah saat ini sedang melakukan penghematan anggaran.

Jokowi meminta para anggota DPRD maklum dan sedikit bersabar. Begitu waktunya sudah tepat, PP tersebut akan segera dinomori di Setneg dan langsung berlaku.

"Pemerintah sedang mengencangkan ikat pinggang. Saya minta kita semua pakai perasaan," ucap Jokowi.

(Baca: Saat Anggota Dewan Minta Naik Gaji)

Para anggota DPRD yang semula bersemangat pun mendadak kembali lesu. Jokowi menyadari, PP ini sudah 13 tahun diperjuangkan oleh ADKASI. Jokowi juga sudah pernah menjanjikan PP ini segera terbit saat dua kali pertemuan sebelumnya.

Jokowi pun akhirnya menjanjikan bahwa PP tersebut selambat-lambatnya akan terbit pada akhir tahun ini.

"Tapi yang jelas tidak akan menginjak tahun depan. Saya tahu ini sudah 13 tahun, saya tahu sekali," kata Jokowi yang akhirnya kembali disambut tepuk tangan para anggota DPRD.

Cerita Dokter Forensik Pernah Dipukul dan Diancam Senjata Tajam Saat Otopsi

Rabu, 31 Agustus 2016 | 11:52 WIB  


BLOGGER.com / GARRY ANDREW LOTULUNG
Terdakwa Jessica Kumala Wongso saat mengikuti sidang saksi kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2016). Jessica merupakan terdakwa kasus pembunuhan Mirna dengan dugaan menaruh zat sianida ke dalam kopi yang diminum Mirna di Cafe Olivier, Grand Indonesia, Januari lalu.


JAKARTA, BLOGGER.com - Ahli Kedokteran Forensik dari Universitas Indonesia (UI), Profesor dr Budi Sampurna, bercerita soal pengalamannya melakukan otopsi. Menurut dia, untuk melakukan otopsi di Indonesia bukan perkara mudah. Sebab, tindakan itu masih tak lazim dan mendapat pertentangan di masyarakat.

"Beberapa kali (dokter) dipukul di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Bahkan, ada beberapa peristiwa yang mengerikan sekali. Keluarga korban ada yang gunakan senjata tajam," kata Budi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2016), saat menjadi saksi dalam sidang pengadilan kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso.

Karena itu, kata Budi, dokter tak akan melakukan otopsi bila tidak dilindungi polisi. Perlindungan itu wajib melekat pada setiap dokter yang melakukan otopsi. Hal itu juga berlaku dalam kasus Wayan Mirna Salihin.

"Kami masih gak yakin dengan perlindungan keamanan di Indonesia," katanya.

Fakta soal jenazah Mirna tak diotopsi terungkap saat pemeriksaam dokter forensik dari Rumah Sakit Sukanto Mabes Polri, dr Slamet Purnomo beberapa minggu lalu.

Otopsi merupakan pemeriksaan menyeluruh pada tubuh orang yang telah meninggal. Otopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab dan bagaimana orang tersebut meninggal.

Alasan Slamet saat itu tidak melakukan otopsi lantaran penyidik hanya meminta untuk dilakukan pengambilan sampel lambung, empedu, hati dan urine. Selain itu, jenazah Mirna juga sudah dalam kondisi diawetkan dan dirias. Alasan lainnya adalah bahwa tak melulu setiap kasus kematian harus diotopsi.

Mirna meninggal setelah meminum kopi vietnam yang dipesan Jessica di kafe Olivier, Grand Indonesia, Rabu (6/1/2016). Berdasarkan pemeriksaan polisi, Mirna dikatakan meninggal karena racun sianida. Racun itu masuk ke tubuh Mirna lewat kopi yang diminumnya itu.